BIOGRAFI DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

 BIOGRAFI DR. CIPTO MANGUNKUSUMO


Cipto Mangunkusumo dikenal sebagai dokter yang gigih memperjuangkan kesehatan rakyat dan kemerdekaan bangsa Indonesia di waktu bersamaan. Ia merupakan salah satu perintis salah satu organisasi yang menginisiasi upaya memerdekakan Indonesia, Indische Partij. Dikenal sebagai nama salah satu rumah sakit besar di Indonesia, berikut biografi singkat Cipto Mangunkusumo dikutip dari buku 'Dr. Cipto Mangunkusumo' (1992) oleh Soegeng Reksodihardjo.

Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo atau yang lebih dikenal sebagai Cipto Mangunkusumo adalah pria kelahiran Jepara pada 4 Maret 1886. Ia merupakan anak dari Mangunkusumo, seorang pejabat pemerintah di Jepara dan R.A. Suratmi. Sejak kecil, Cipto dikenal sebagai sosok yang gemar belajar. Hal tersebut didukung oleh ayahnya yang juga seorang guru. Pada umur 6 tahun, Cipto mulai bersekolah di sekolah Belanda, Europeesche Lagere School. Di sana, ia menjadi murid yang cerdas dan lulus dengan nilai terbaik di antara siswa lainnya. Cipto kemudian melanjutkan pendidikan ke School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), sebuah sekolah pendidikan dokter bagi rakyat pribumi pada zaman Hindia Belanda. Cipto menghabiskan masa mudanya di STOVIA dengan belajar ilmu kedokteran dengan gigih. Ia memanfaatkan pendidikan kedokterannya tersebut untuk membantu sesama. Atas kegigihannya tersebut, Cipto kemudian dikenal sebagai "Dokter Rakyat". Selain mendalami kedokteran, Cipto juga gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia atas Belanda. Ia melawan Belanda dengan menulis berbagai karangan-karangan yang merepresentasikan kondisi rakyat Indonesia. Selain itu, Cipto juga bergabung dengan organisasi pemuda Budi Utomo pada 1908.

Awal perjuangan Cipto dimulai sejak dia sering menulis karangan-karangan yang menceritakan tentang berbagai penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Karangan-karangan yang dimuat harian de Express tersebut oleh Belanda dianggap sebagai usaha untuk menanamkan rasa kebencian pembaca terhadap Belanda. Saat aktif menulis di de Express, Cipto sebenarnya sudah bekerja sebagai dokter pemerintah (Belanda) yang ia dapatkan setelah memperoleh ijazah STOVIA. Namun akibat tulisan-tulisannya tersebut, Cipto diberhentikan dari pekerjaannya sebagai dokter pemerintah. Pemberhentiannya sebagai dokter pemerintah tersebut justru membuat Cipto semakin intens melakukan perjuangan. Pada 1912, dia bersama Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) mendirikan Indische Partij, sebuah partai politik yang merupakan partai pertama yang berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka. Cipto bersama para pejuang lainnya kemudian membentuk Komite Bumiputera secara khusus untuk memprotes rencana pemerintah Belanda yang ingin merayakan bebasnya Belanda dari penjajahan Perancis. Namun, akibat kegiatannya tersebut, Cipto dibuang ke Belanda pada 1913. Akan tetapi, setahun kemudian ia dikembalikan ke Indonesia karena penyakit asma yang dideritanya. Pasca kembali ke Indonesia, Cipto melanjutkan perjuangannya bersama Volksraad untuk melawan Belanda. Sayang, ia kembali diusir dari tempat tinggalnya di Solo dan pindah ke Bandung sebagai tahanan kota. Di Bandung, Cipto semakin gencar melakukan perlawanan dengan mengumpulkan para tokoh pergerakan nasional salah satunya Ir. Soekarno. Belanda berhasil mengendus aktivitasnya tersebut dan mengasingkannya sebagai tahanan di Banda Neira selama tiga belas tahun. Dari Banda Neira, Cipto kemudian dipindahkan ke Ujungpandang, Sukabumi, dan terakhir dipindahkan ke Jakarta. Daerah tersebut merupakan kota terakhirnya hingga akhir hidupnya pada tanggal 8 Maret 1943.

Pada 1910, wabah pes melanda Malang dan merajalela di sana. Wabah pes tersebut bertepatan dengan tingginya rasisme yang memecah-belah masyarakat berdasarkan warna kulit dan asal-usul. Oleh karena itu, para dokter Eropa di Batavia enggan pergi ke Malang untuk mengobati pasien pes yang mayoritas pribumi. Cipto sang lulusan STOVIA saat itu sedang jenuh bekerja di jawatan kolonial dan mengajukan diri sebagai relawan dokter ke Malang. Tanpa alat pelindung diri yang memadai, Cipto menerjang pelosok-pelosok desa di Malang guna membasmi pes. Ketika berada di sebuah desa, Cipto mengadopsi seorang bayi perempuan yang telah yatim piatu akibat pes. Cipto kemudian berhasil menaklukkan wabah mematikan tersebut. Atas jasanya yang begitu besar, Belanda menganugerahinya bintang penghargaan Ridder in de Orde van Oranje Nassau.

 

Analisislah kaidah kebahasaan teks biografi yang terdapat pada teks “Biografi Dr. Cipto Mangunkusumoberikut:

Kaidah Kebahasaan

Kutipan Teks

Kata Ganti (Pronomina)

 

Kata Kerja Aksi

 

Kata Sifat

 

Kata Kerja Pasif

 

Konjungsi Urutan Waktu

 

 Setelah menganalisis buatlah menjadi PPT (Power Point), infografis, atau Video!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HIKAYAT BUNGA KEMUNING

NILAI-NILAI DALAM TEKS HIKAYAT

MENGANALISIS UNSUR PEMBANGUN PUISI